Moodle baru

26 November 2009

Wacana: UN Dilarang

BANDUNG (SI) – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi pemerintah tentang penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) disambut guru yang dimotori Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) dengan memotong empat buah nasi tumpeng di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Jalan Perintis Kemerdekaan,Kota Bandung, kemarin.


Mereka yang potong tumpeng adalah yang mengajukan gugatan ke pengadilan. Hadir juga perwakilan siswa, orangtua, kepala sekolah,mahasiswa, dan LSM pendidikan. Putusan MA mereka anggap kemenangan ketiga kalinya atas pemerintah setelah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta tuntutan mereka dimenangkan. Kemenangan itu sekaligus kado istimewa pada peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh kemarin. ”Tiga nol buat kami. Empat buah tumpeng ini simbol empat tergugat yang kami kalahkan.”

”Ini jadi kado istimewa karena sekarang hari guru,” ujar Sekjen FGII Iwan Hermawan dalam jumpa pers kemarin. Menurut Iwan, putusan MA berkonsekuensi pemerintah tidak boleh menggelar UN karena belum memenuhi tiga tuntutan yakni peningkatan kualitas guru, sarana dan prasarana,serta akses informasi lengkap ke seluruh daerah. Dengan demikian, Pasal 72 Permendiknas 75/2009 tentang UN 2009/2010 yang menyebutkan UN sebagai standar kelulusan harus dibatalkan. Menurut dia, pemerintah memang belum memenuhi tiga tuntutan itu, terutama pemerataaan sarana dan prasarana pendidikan, sehingga belum layak menggelar UN.

”Masih ada siswa yang belajar di kandang ayam. Seperti dalam olahraga tinju,wasit menimbang kedua petarung sebelum pertandingan. Kenapa pemerintah tidak melakukan itu saat UN,”kata Iwan. Terkait berbagai persiapan UN yang telah dilakukan pemerintah, Iwan mengusulkan UN diganti Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) seperti di sekolah dasar (SD). Pelarangan UN disambut gembira puluhan siswa yang dibawa ke GIM. ”Enggak lucu kalau hasil belajar selama tiga tahun ditentukan hanya dalam sepekan,”kata Lutvi Oktavian,siswa kelas 3 SMAN 12. Putusan MA yang berkonsekuensi UN dilarang dilakukan,ternyata tidak sepenuhnya disambut gembira semua guru, terutama di sekolah favorit.

Menurut mereka, UN tetap diperlukan tapi jangan dijadikan standar kelulusan. ”UN tetap harus ada karena bisa jadi pemetaan dan setiap pendidikan harus ada evaluasi.Tapi UN angan dijadikan standar kelulusan siswa saya setuju,” ujar Firman Syah Noor Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia kemarin. Hal senada dilontarkan Wakil Kepala SMAN 5 Rachmat Effendi. Menurut dia, UN tetap diperlukan sebagai pemetaan kemampuan pendidikan. (rudini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan